Kegiatan
bermain merupakan suatu kegiatan yang sangat diperlukan oleh setiap manusia
tanpa memandang usia manusia tersebut. Khususnya untuk anak-anak kegiatan
bermain merupakan suatu kegiatan yang bersifat sangat penting, sebab melalui
kegiatan bermain potensi yang dimiliki oleh anak dapat tergali secara optimal.
Keinginan bermain timbul karena minat pada
diri seseorang untuk bergerak sesuai dengan kebutuhan, memelihara kondisi tubuh
serta untuk menghilangkan kejenuhan. Bermain merupakan kegiatan yang penuh daya
hayal, penuh aktivitas, dan anak-anak melakukannya dengan cara mereka sendiri
menggunakan tangan dan tubuh mereka.
Kegiatan
bermain dapat memberikan manfaat dalam bidang pendidikan, terutama bagi
anak-anak. Hal ini merupakan suatu cara bagi anak untuk menjelajahi dan
melakukan eksperimen dengan alam sekitarnya, anak lain, dan dirinya sendiri. Bermain untuk anak dapat menemukan bagaimana
cara memasuki dunia mereka, mengatasi tugas-tugas hidup, menguasai permainan
baru, dan memperoleh kepercayaan diri untuk tumbuh menjadi orang yang berguna.
a.
Definisi Bermain
Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan
pendapatnya mengenai definisi bermain. Namun pada dasarnya kegiatan bermain
selalu merupakan suatu kegiatan yang rnenyenangkan yang dilakukan oleh manusia,
yang dimaksudkan untuk rnenghilangkan kejenuhan. Definisi bermain dikemukakan oleh beberapa
ahli antara lain sebagai berikut :
1)
Tjandrasa (2001:320) mengemukakan bahwa
“Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan karena kesenangan yang
ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, bermain dilakukan secara
sukarela dan tanpa paksaan atau paksaan dan luar kewajiban”.
2)
Karl Buhier dan Schenk Danziger (2001:45) mengemukakan
bahwa “Bermain adalah kegiatan yang menimbulkan “kenikmatan”, dan kenikmatan
itu menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya.
3)
Charlotte Buhier mengemukakan bahwa “Bermain
adalah pemicu kreativitas, menurutnya anak yang banyak bermain akan meningkat
kreativitasnya.
4)
Sigmund Freud mengemukakan bahwa “Bermain
merupakan sesuatu yang serius bagi anak-anak, di dalam bermain anak menumpahkan
seluruh perasaannya, bahkan mampu mengatur “dunia dalamnya” agar sesuai dengan
“dunia Iuárnya”.
5)
Erick Enilson mengemukakan bahwa “Bermain
berfungsi memelihara ego anak-anak, oleh karena itu mereka berusaha mengatur,
menguasai, berfikir dan berencana”.
6)
Jean Piaget mengemukakan bahwa “Bermain
menunjukkan dunia realitas anak, yaitu adaptasi terhadap apa yang sudah méreka
ketahui dan respon mereka terhadap hal-hal baru”.
7)
Sukintaka mengemukakan bahwa “Bermain
mempunyai pengertian suatu kegiatan yang dilakukan dengan rasa senang,
sukarela, bersungguh-sungguh tetapi bukan merupakan kesungguhan, dan
semata-mata hanya memperoleh kesenangan dan bermainnya”.
Berdasarkan definisi bermain yang telah
diungkapkan o!eh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan
suatu kegiatan yang dapat memicu kreativitas serta daya fikir anak secara
optimal tanpa anak tersebut merasa dipaksa untuk melakukannya. Kegiatan bermain
untuk setiap anak dapat memberi pelajaran atau pengalaman bagaimana beradaptasi
baik itu dengan lingkungan, orang lain, maupun dengan dirinya sendiri. Dalam
kegiatan bermain anak-anak tidak sungguh-sungguh, melainkan bertindak sesuai
perannya, akan tetapi walaupun demikian bermain merupakan suatu hal yang serius
bagi mereka.
Menurut Sukintaka, ada dua bentuk
permainan yang dilakukan anak-anak, yaitu: (1) Permainan yang dilakukan oleh mereka
sendiri, peraturan, hukuman dan perwasitan ditentukan oleh mereka sendiri dan
(2) Bentuk permainan yang diberikan oleh orang dewasa baik itu guru Penjasorkes,
orang tua dan pihak lain.
Permainan ini pada umumnya mempunyai
tujuan untuk mempengaruhi agar anak dapat berkembang sesuai dengan tujuan yang
diinginkan. Jadi anak yang bermain itu baik yang disengaja maupun yang tidak
disengaja seluruh aspek pribadinya dapat berkembang.
b.
Teori Bermain
Bigot, Kohnstam dan Palland (2000:272-275)
serta Rob dengan Leetouwer (2001:17-19) yang dikutip Sukintaka (1991:6-8) mengemukakan
tentang teori bermain : (1) Teori rekreasi atau teori pelepasan, (2) Teori
surplus atau teori kelebihan tenaga, (3) Teori sublimasi, (4) Teori Buhler, (5)
Teori reinkarnasi.
1)
Teori Rekreasi atau teori pelepasan
Teori ini
diutarakan oleh bangsa Jerman yang bernama Schaller dan Lizarazus, menerangkan
bahwa permainan itu merupakan kegiatan manusia yang berlawanan dengan kerja dan
kesungguhan hidup, tetapi permainan itu merupakan imbangan antara kerja dengan
istirahat.
2)
Teori Surplus atau teori kelebihan tenaga
Oleh Hubert
Spencer (Inggris) mengatakan bahwa kelebihan tenaga (kekuatan atau vitalitas)
pada anak atau orang dewasa yang belum digunakan, disalurkan untuk bermain.
Kelebihan tenaga yang dimaksudkan sebagai kelebihan energi, kelebihan kekuatan
hidup dan vita!itas, yang dianggap oleh manusia untuk memeliharanya melalui
permainan.
3)
Teori Sublimasi
Oleh El
Clafarede (Swiss), bahwa permainan bukan hanya mempelajari fungsi hidup (Teori
Groos), tetapi juga merupakan proses sublimasi (menjadi lebih mulia, tinggi
atau indah), yaitu dengan bermain insting, yang tadinya rendah dapat mengalami
peningkatan menjadi tinggi.
4)
Teori Buhler
Oleh Karl
Buhier (Jerman), bahwa permainan itu kecuali mempelajani fungsi hidup (Teoni
Groos), juga merupakan “function Lost” (nafsu berfungsi). Selanjutnya ia
mengatakan bahwa bila perbuatan seperti berjalan, berlari, dan lompat itu
mempunyai kegunaan bagi kehidupannya kelak, di samping itu haruslah anak
mempunyai kemauan untuk berjalan, berlari dan lompat.
5)
Teori Reinkarnasi
Maksud teori
tersebut ialah bahwa anak-anak selalu bermain dengan permainan yang telah dilakukan
oleh nenek moyangnya.
c.
Pengelompokkan Permainan
Zulkifli
(1991:42) mengungkapkan jenis permainan dibagi berdasarkan menurut cirinya
antara lain :
1)
Permainan fungsi
Dalam permainan ini yang diutamakan adalah gerak seperti
berlari-lari atau kejar-kejaran. Contoh : Permainan Boy-boyan, Bebentengan,
Hitam hijau, dan lain-lain.
2)
Permainan konstruktif
Yang dimaksud dengan permainan ini adalah
senang sekali membangun seperti membangun rumah-rumahan, mobil-mobilan dan
lain-lain.
3)
Permainan destruktif
Dalam permainan ini anak senang bermain
dengan cara merusak alat-alat permainan itu lalu di susun kembali. Contoh :
Permainan Kartu, dan lain-lain.
4)
Permainan resetif
Permainan ini yaitu dengan cara orang tua
menceritakan suatu cerita anak, dan anak di dalam jiwanya menempatkan dirinya
sebagai pelaku dalam cerita itu. Contoh: Permainan Si kancil dan si kura-kura
(kuya).
5)
Permainan peranan
Dalam permainan ini anak berperan sebagai
pelaku dalam permainannya. Contoh: Permainan kucing dan anjing.
6)
Permainan sukses
Dalam permainan ini anak saling berlomba
untuk menonjolkan kelebihannya. Contoh: Permainan Tenis meja, dan lain-lain.
Permainan juga dapat dikelompokkan
berdasarkan kelompok masing-masing, Soernitro (1991:20) menjelaskan sebagai
berikut :
(1) Permainan berdasarkan jumlah pemain
(2) Permainan berdasarkan sifat permainannya
(3) Permainan berdasarkan alat yang digunakannya
(4) Permainan berdasarkan lapangan yang digunakan
(5) Permainan berdasarkan penyajiannya.
Mengenai pengelompokkan ini, Tjahwa
(1993:7) mengemukakan sebagai berikut :
a)
Permainan imajinasi
(1) Permainan meniru gerak binatang
(2) Permainan dengan cerita
(3) Permainan dengan fantasi
b)
Permainan kecil tanpa alat
(1) Permainan keel! untuk meningkatkan ketangkasan
(2) Permainan kecil untuk rekreasi
(3) Permainan keseimbangan
(4) Permainan gabungan
c)
Permainan kecil dengan alat
(1) Permainan gada
(2) Permainan tali
(3) Permainan simpai
(4) Permainan pita atau saputangan
d)
Permainan tradisional
(1) Permainan yang berasal dan daerah-daerah.
d.
Ciri-ciri dan Karakteristik Bermain
Ciri dan karakteristik bermain yang dapat
diungkapkan diantaranya oleh Huizinga yang dikutip Lutan (1996:2-4) sebagai berikut
:
1)
Ciri-ciri bermain menurut Huizinga yang
dikutip oleh Lutan (1996:2-4) adalah :
(1) Ciri pertama dan utama ialah bermain merupakan kegiatan yang
dilakukan secara bebas dan sukarela.
(2) Ciri kedua, bermain bukanlah kehidupan “biasa” atau yang
“nyata”, sehingga apabila kita amati secara seksama perilaku anak selama
bermain, mereka berbuat pura-pura tidak sungguh-sungguh.
(3) Ciri ketiga, bermain berbeda dengan kehidupan sehari-hari,
terutama dalam tempat dan waktu. Bermain selalu bermula dan berakhir, dan
dilakukan dalam tempat tertentu.
(4) Ciri keempat, bermain memiliki tujuan yang terdapat dalam
kegiatan itu, dan tidak berkaitan dengan perolehan atau keuntungan material.
2)
Ciri dan karakteristik bermain menurut
Ayahbunda (1996:15) adalah :
(1) Bermain dilakukan karena suka bukan karena paksaan.
(2) Bermain merupakan kegiatan untuk dinikmati. Itu sebabnya,
bermain selalu menyenangkan, mengasyikkan dan menggairahkan.
(3) Bermain tanpa iming-iming apapun, kegiatan itu sendiri sudah
menyenangkan.
(4) Dalam bermain, aktivitas lebih penting daripada tujuan. Tujuan
bermain adalah aktivitas itu sendini.
(5) Bermain menuntut partisipasi aktif, secara fisik maupun mental.
(6) Bermain itu bebas, bahkan tidak harus selaras dengan kenyataan
individu bebas membuat aturan sendiri dan mengoperasikan fantasi.
(7) Dalam bermain, individu bertindak secara spontan sesuai dengan
yang diinginkannya pada saat itu.
(8) Makna dan kesenangan bermain sepenuhnya ditentukan si pelaku.
e.
Jenis-jenis Bermain
Karakteristik bermain dapat diperhatikan
dalam kehidupan keseharian anak-anak ketika melakukan kegiatan tersebut
ternyata dapat dibedakan, yaitu permainan yang memerlukan aktivitas tinggi dan
permainan yang memerlukan aktivitas rendah, atau dapat dibedakan menjadi
permainan aktif dan pasif.
Pada waktu melakukan permainan hendaknya
anak rnampu menggunakan kemampuan gerak dan intelektualnya secara bersama-sama
sehingga ia mampu bermain sarnbil belajar. Berikut ini akan dijelaskan beberapa
jenis bermain menurut ahli, diantaranya seperti yang dijelaskan oleh Hurlock
(Sugianto, 1992:40), Piaget (1992) dan Piaget & Inhelder (1999), Mildred
Parten (2002) yaitu :
1)
Menurut Hurlock (Sugianto, 1992:40)
(1)
Bermain aktif, yaitu kegiatan yang
memberikan kesenangan dan kepuasan kepada anak yang banyak melibatkan aktivitas
tubuh yang meliputi bermain konstruktif, penjelajahan (eksplorasi), permainan
(games), dan olahraga (sport).
(2)
Bermain pasif, yaitu kegiatan yang tidak
terlalu banyak melibatkan aktivitas fisik, diantaranva membaca, menonton film,
mendengarkan radio, mendengarkan musik, dan lain-lain.
2)
Piaget (1962) dan Piaget dan Inhelder
(1969)
Menurut mereka tahapan bermain menurut
dimensi kognitif adalah sebagai benikut :
(1) Bermain praktis, yaitu saat anak mengeksplorasi semua
kemungkinan suatu materi.
(2) Bermain simbolik, yaitu saat anak mulai menggunakan makna
simbolik benda-benda.
(3) Bermain dengan aturan, yaitu saat anak mulai bermain dengan
menggunakan aturan.
3)
Mildred Parten (1932)
(1) Bermain soliter, yaitu saat anak mulai bermain sendiri tanpa
peduli kehadiran dari apa yang dilakukan teman sekitarnya.
(2) Bermain pengamat, yaitu saat anak bermain sendini dan mengamati
bagaimana teman yang ada di sekitarnya bermain.
(3) Bermain paralel, yaitu saat beberapa anak mulai bermain dalam
satu materi yang sama tetapi masing-masing bermain secara independen, apa yang
dilakukan anak yang satu tidak mempengaruhi anak yang lain.
(4) Bermain asosiatif, yaitu saat beberapa anak bermain bersama
dengan sedikit lebih terorganisasi.
(5) Bermain kooperatif, yaitu saat beberapa anak bermain bersama
secara lebih terorganisasi dan masing-masing menjalani peran yang saling
mempengaruhi satu sama lain.
Selain pendapat di atas, ada pula yang
membagi permainan menjadi 3 bagian permainan. Soernitro (1991:14) yang
mengkategorikan jenis permainan yaitu : (a) bermain aktif, (b) bermain pasif,
(c) bermain intelektual. Bermain
intelektual menurut Soemitro adalah bermain catur, dan permainan-permainan
serupa yang memerlukan pemikiran yang dalam dan konsentrasi yang terpusat,
melibatkan proses intelektual, dan bersifat menyenangkan.
Berdasarkan sifatnya permainan juga ada
permainan orang dewasa dan ada juga permainan anak-anak. Sifat permainan
anak-anak berubah dengan umumya. Pada awal masa kanak-kanak, anak-anak berlatih
bergerak dalam berbagai cara, dan menggunakan rnainan dan bola ini mungkin
disebut suatu periode “bermain dengan....” Pertengahan masa kanak-kanak adalah
suatu waktu ketika anak-anak membentuk fantasi-fantasi. Mereka menghabiskan
waktu untuk mencapai keyakinan dan mungkin dijelaskan sebagai “.
Selama masa tahap-tahap akhir masa
kanak-kanak bahwa anak-anak “bermain....? Permainan dengan peraturan-peraturan
yang merupakan bagian demikian besar dan permainan orang dewasa sekarang adalah
lebih berarti. Mengerti akan tahap-tahap ini dalam perkembangan permainan
adalah sangat berguna bagi para pelatih. Anak-anak menikmati hal-hal yang
disuguhkan sebagai permainan dan mereka berlatih lebih banyak lagi. Permainan
dapat menjadi alat yang berguna bagi pelatih untuk digunakan dengan
kepentingannya.
f.
Manfaat Bermain
Telah disadari oleh manusia bahwa bermain
merupakan kegiatan yang menyenangkan dan sangat bermanfaat, kegiatan bermain
bagi anak-anak sangat penting untuk penyesuai diri terhadap lingkungan
hidupnya, meskipun pada masa anak-anak bermain dilakukan karena dorongan naluri
tanpa disadari untuk apa mereka melakukannya.
Unsur gerak yang dilakukan pada saat
bermain bermanfaat untuk merangsang perkembangan fisik dan mental anak, karena
pada masa anak-anak merupakan masa yang penting dalam memperbaiki dan
menyelaraskan gerakan dasar untuk menopang kemampuan motoriknya.
Kegiatan bermain memiliki manfaat yang
besar bagi perkembangan anak, secara fisik, sosial, mental maupun emosional.
Depdikbud-MPJKSD (1995:101) menjelaskan bermain mempunyai manfaat antara lain :
a.
Membantu manusia mengenali dunia, alam
kehidupannya sendiri dan lingkungan dunia sekitar tempat hidupnya.
b.
Meningkatkan kesehatan jasmani, rohani,
dan sosial serta kegairahan hidup.
c.
Menimbulkan kegemaran bergerak, keluwesan
gerakan kekayaan keterampilan gerak.
d.
Memberikan bimbingan kearah penguasaan
gerak sebagai orang dewasa, sebagai pribadi yang mantap dan kreatif serta
kerjasama.
Manfaat bermain bagi anak-anak dijelaskan
pula oleh Monks, Knoers, dan Haditono yaitu: “Bermain pada anak-anak dapat
memajukan aspek-aspek perkembangan seperti aspek motorik, kreativitas,
kecakapan-kecakapan fungsi sosial, kognitif, dan juga perkembangan motivasional
dan emosional.”
Sedangkan menurut Solehudin (1996:77)
mengutarakan manfaat bermain, yaitu :
Pada intinya bermain dapat dipandang sebagai kegiatan yang
bersifat voluntir, spontan, terfokus pada proses, memberi ganjaran secara
instrinsik, menyenangkan, aktif, dan fleksibel. Semakin suatu aktivitas
memiliki ciri-ciri tersebut, berarti aktivitas itu semakin merupakan bermain.
Berdasarkan pendapat di atas, penulis
berpendapat bahwa bermain memberikan manfaat yang sangat besar terutama
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik dan mentalnya sebagai
bekal di masa yang akan datang.
Merujuk pada penjelasan manfaat bermain,
maka yang termasuk ciri-ciri bermain menurut Solehudin (1996:77) diantaranya, (1)
sukarela, (2) spontan, (3) proses, (4) ganjaran instrinsik, (5) kesenangan, (6)
keaktifan, (7) fieksibel, dan (8) choice full.
Penjelasan mengenai ciri-ciri bermain di
atas adalah sebagai berikut :
1)
Bermain itu sifatnya sukarela, berarti
dilakukan karena keinginan dan kemauan anak yang bermain. Anak yang bermain
rnelakukan kegiatan itu tanpa tekanan atau paksaan dan orang lain. Ia
melakukannya lebih karena minatnya dari pada karena faktor-faktor yang berada di
luar dirinya.
2)
Bermain sifatnya spontan, berarti kegiatan
bermain itu tanpa perencanaan sebelumnya.
3)
Bermain terarah pada proses bukan pada
hasil, ini berarti yang menjadi sasaran dari kegiatan bermain adalah peristiwa
atau kegiatan bermain itu sendiri, bukan hasilnya. Dengan kegiatan bermainnya
itulah anak akan memperoleh kepuasan terlepas dan bagaimana hasilnya.
4)
Bermain memberikan ganjaran secara
instrinsik, yaitu anak yang sedang bermain akan senang dan bahagia disaat ia
melakukan apa yang ia ingin lakukan. Dia tidak mengharapkan ganjaran lain yang
bersifat ekstrinsik.
5)
Bermain memberikan kesenangan, yaitu
kegiatan bermain dapat memberikan suasana afeksi yang menyenangkan selama orang
melakukannya.
6)
Bermain memberikan keaktifan pada anak,
yaitu dalam bermain anak terlibat secara aktif. Menurut Garvey (1990), mimpi
tidak dapat dikategorikan sebagai bermain, sebab walaupun mimpi itu bersifat
menyenangkan dan voluntir, tapi pelaku mimpi itu bersifat pasif, tidak terlibat
secara aktif.
7)
Bermain sifatnya fleksibel dan choicefull,
maksudnya anak mempunyai kesempatan untuk memilih permainan apa saja yang
diinginkan, kadang-kadang anak bebas berpindah-pindah dan satu kegiatan bermain
ke kegiatan bermain lainnya dalam jangka waktu yang tidak lama.
Mengingat betapa pentingnya manfaat
bermain bagi anak-anak, peran serta orang tua dalam memberi kebebasan bermain
turut membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak-anak yang antusias
untuk turut serta dalam kegiatan bermain lebih memiliki harapan untuk tumbuh
dan berkembang lebih dinamis, sehat, cerdas, dewasa, terutama dari segi
motoriknya. Mereka akan lebih lincah, lebih kuat, dan lebih pesat pertumbuhan
struktur tubuhnya.