Selama ini media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Alat bantu yang dipakai
adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan alat-alat lain
yang dapat memberikan pengalaman konkrit, motivasi belajar, serta mempertinggi
daya serap belajar siswa. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada
pertengahan abad 20, alat visual untuk mengkonkretkan materi pelajaran
selanjutnya dilengkapi dengan audio sehingga dikenal menjadi alat audio-visual
atau audio visual aids (AVA).
Berbagai peralatan
digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan kepada siswa melalui penglihatan
dan pendengaran dengan maksud menghindari verbalisme yang masih mungkin
terjadi, kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Pada akhir tahun 1950
teori komunikasi mulai mempengaruhi penggunaan alat bantu audio-visual,
sehingga selain sebagai alat bantu, media juga berfungsi sebagai penyalur pesan
atau informasi belajar. Sejak saat itu alat audio-visual bukan hanya dipandang
sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga sebagai alat penyalur pesan atau
media.
Sekitar tahun 1960-1965
(Sadiman dkk, 2005 : 8--11) siswa mulai diperhatikan sebagai komponen yang
penting dalam proses pembelajaran. Pada saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory) ajaran B.F. Skinner
mulai mempengaruhi penggunaaan media dalam kegiatan belajar-mengajar. Teori ini
mendorong untuk lebih memperhatikan siswa dalam proses belajar-mengajar.
Menurut teori ini mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Perubahan
tingkah laku ini ditanamkan pada diri siswa sehingga menjadi adat kebiasaan,
untuk itu jika ada perubahan tingkah laku positif ke arah yang dikehendaki,
perlu diberikan penguatan (reinforcement)
berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut telah benar.
Pada sekitar tahun
1965-1970 pendekatan sistem (system
approach) mulai menampakkan
pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran.
Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral
dalam program pembelajaran. Setiap program pembelajaran perlu direncanakan
secara sitematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Program pengajaran
direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan pada
perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam
perencanaan ini media yang akan dipakai dan cara yang digunakan telah ditentukan dengan pertimbangan saksama.
Pada dasarnya guru
dan para ahli audio-visual menyambut baik perubahan ini. Guru mulai merumuskan
tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk mencapai tujuan itu,
mulai dipakai berbagai format media. Berdasarkan pengalaman, keberhasilan siswa
sangat berbeda jika digunakan satu jenis media, ada siswa yang lebih senang
menggunakan media audio, namun ada pula yang lebih menginginkan media visual, maka
itu digunakan berbagai macam media sesuai dengan minat siswa, sehingga
muncullah konsep penggunaan multi media dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan
perkembangan media di atas ternyata arca (relief) sebagai salah satu bentuk
relief dapat dikatakan sebagai cikal bakalnya media pendidikan, hanya saja
sesuai perkembangan, relief sepertinya
terkubur dan telah digantikan oleh media pendidikan moderen yang muncul
belakangan. Selain itu sudah selayaknya media tidak lagi dipandang sebagai alat
bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai penyalur pesan dari
pemberi pesan. Sebagai pembawa pesan media tidak hanya digunakan oleh guru,
tetapi yang lebih penting semestinya dapat digunakan oleh siswa secara mandiri.
Sebagai pembawa dan penyaji pesan, maka media dalam hal tertentu dapat
menggantikan peran guru untuk menyampaikan informasi secara teliti dan menarik.
Fungsi tersebut dapat diterapkan tanpa kehadiran guru secara fisik, dengan
demikian pandangan tentang guru sebagai satu-satunya sumber informasi tidak
berlaku lagi.