Menulis sebagai suatu
aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan lewat tulisan secara tertata sehingga
dipahami oleh pembaca merupakan suatu proses. Sebagai suatu proses, aktivitas
menulis dilakukan dalam beberapa tahap. Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad dan
Sakura H. Ridwan (1999: 3) mengemukakan tiga tahap dalam aktivitas menulis,
yaitu:
1) Tahap
Prapenulisan
Tahap ini merupakan
tahap perencanaan atau persiapan menulis. Dalam tahap ini ada beberapa kegiatan
yang dilakukan, yaitu:
a) Pemilihan
topik
Topik merupakan bahan
atau pokok pembicaraan dalam tulisan. Pemilihan topik ini merupakan langkah
awal yang penting karena topik inilah yang menentukan apa saja yang akan
dibahas dalam tulisan. Topik tulisan dapat diperoleh dari berbagai sumber. Atar Semi (1990: 11 - 12) mengemukakan empat
sumber dalam pemilihan topik, yaitu pengalaman, pengamatan, imajinasi serta pendapat
dan keyakinan.
b) Pembatasan
topik
Setelah topik dipilih,
topik tersebut perlu dibatasi. Membatasi topik berarti mempersempit dan
memperkhusus lingkup pembicaraan dalam penulisan. Topik dapat dibatasi dengan
cara membuat bagan, gambar, serta diagram.
c) Pemilihan
Judul
Topik yang telah dipilih
harus dinyatakan dalam judul. Judul harus mencerminkan keseluruhan isi tulisan.
Akan tetapi, hal ini tidak berlaku pada karangan fiktif. Judul dibuat secara
mana suka oleh pengarangnya. Terkadang judul tulisan dalam karangan fiktif sama
sekali tidak berhubungan dengan isi tulisan meskipun pada dasarnya, judul yang
dipilih pengarang mengandung makna tertentu. Di sini, judul sekadar nama atau
semacam label dalam karangan. Diungkapkan oleh Sabarti Akhadiah, Maidar G.
Arsjad dan Sakura H. Ridwan (1997: 43) bahwa penulisan judul tulisan nonformal
tidak terikat pada aturan-aturan seperti yang berlaku untuk tulisan formal.
Penulis bebas merumuskan judul yang dirasa cocok serta menarik pembaca.
Meskipun demikian, perumusan judul harus mengacuhkan kaidah-kaidah umum yang
berlaku misalnya menyinggung rasa keagamaan, suku, ras, nilai moral serta
falsafah.
d) Tujuan
Penulisan Karangan
Tujuan penulisan
karangan merupakan arah atau maksud yang hendak dicapai. Tujuan penulisan harus
ditentukan lebih dahulu karena tujuan tersebut akan dijadikan titik tolak dalam
seluruh kegiatan menulis.
e) Kerangka
Karangan
Kerangka karangan atau
sering disebut dengan outline merupakan rencana kerja yang digunakan
penulis dalam mengembangkan tulisannya. Menyusun kerangka berarti memecahkan
topik ke dalam sub-subtopik. Kerangka ini dapat berupa kerangka topik yang
terdiri dari topik-topik serta kerangka kalimat yang terdiri dari
kalimat-kalimat. Penyusunan kerangka karangan ini merupakan kegiatan terakhir
yang dilakukan pada tahap persiapan.
2) Tahap
Penulisan
Pada tahap penulisan,
topik-topik yang telah dijabarkan ke dalam sub-sub topik dalam kerangka
karangan disusun. Penyusunan tersebut diramu dengan bahan-bahan yang telah
didapat. Dalam tahap ini, bahasa sangat diperlukan untuk mengemukakan gagasan.
Pada tahap penulisan ini perlu diperhatikan content (isi, gagasan), form
(organisasi isi), grammar (tata bahasa dan pola kalimat), style (gaya:
pilihan struktur dan kosa kata) serta mechanics (ejaan). Berbeda dengan
karangan ilmiah, dalam karangan fiktif, aspek-aspek tersebut tidak diberlakukan
secara ketat.
3) Tahap Revisi
Tahap revisi dilakukan
setelah buram seluruh tulisan telah selesai. Tulisan tersebut perlu dibaca kemudian
diperbaiki, dikurangi atau kadang diperluas. Tahap revisi ini juga disebut
dengan tahap penyuntingan yang mencakup penyuntingan isi dan penyuntingan
bahasa. Penyuntingan isi berkenaan dengan penyuntingan naskah. Adapun
penyuntingan bahasa mencakup ketepatan penyajian. Penyuntingan tulisan
disesuaikan dengan jenis naskah, berupa fiksi ataukah nonfiksi. Penyuntingan
pada tulisan fiksi lebih diarahkan pada prinsip keindahan misalnya kalimat
dengan gaya tertentu, gaya tutur yang mengandaikan, klimaks dan antiklimaks,
gaya penyampaian yang mendekati gaya tutur lisan dan nonformal, lebih menyentuh
rasa daripada pikiran, gaya deskripsi yang lebih berkisah daripada menerangkan
dan sebagainya.
Sementara itu,
penyuntingan tulisan nonfiksi lebih diarahkan pada prinsip kebenaran.
Kalimat-kalimatnya lugas, formal, lebih menyentuh pikiran daripada rasa serta deskripsi
yang lebih bersifat menerangkan. Meskipun demikian, tidak berarti tulisan
nonfiksi kering dan akademis. Faktor keindahan juga perlu diperhatikan. Oleh
karenanya, deskripsi yang jelas, logis, mengalir, serta enak dibaca juga perlu
dipertimbangkan dalam menyunting tulisan nonfiksi tersebut.