Wednesday, August 8, 2018

Asas-asas Menulis


Setiap kegiatan yang dilakukan memerlukan sejumlah asas yang dapat dijadikan pedoman. Demikian pula halnya dengan aktivitas menulis. The Liang Gie (2002: 33 – 37) mengemukakan enam asas menulis – yang disebut dengan asas mengarang – sebagai berikut.
1)      Kejelasan (clarity)
Berdasarkan asas ini, setiap karangan haruslah jelas benar. Tulisan harus mencerminkan gagasan yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembacanya. Di samping itu, tulisan yang jelas berarti tidak dapat disalahtafsirkan oleh pembacanya. Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang diungkapkan tampak nyata oleh pembaca. Untuk memenuhi asas ini, H.W. Fowler sebagaimana dikutip oleh The Liang Gie (2002: 34)
mengungkapkan bahwa asas kejelasan dalam kegiatan menulis sepanjang menyangkut kata-kata dapat dilaksanakan dengan memilih: (1) kata yang umum dikenal ketimbang kata yang harus dicari-cari artinya; (2) kata yang konkret ketimbang kata yang abstrak; (3) kata tunggal ketimbang keterangan yang panjang lebar; (4) kata yang pendek ketimbang kata yang panjang;  (5) kata dalam bahasa sendiri ketimbang kata asing.
Asas menulis yang pertama ini berlaku untuk tulisan nonfiksi ilmiah, tetapi tidak berlaku untuk tulisan fiksi. Dalam tulisan fiksi seperti cerpen, novel, drama maupun puisi, asas-asas tersebut sengaja dilanggar untuk memperoleh efek keindahan.
2)      Keringkasan (conciseness)
Keringkasan yang dimaksud dalam asas menulis ini bukan berarti setiap tulisan harus pendek. Keringkasan berarti suatu tulisan tidak boleh ada penghamburan kata, tidak terdapat butir ide yang dikemukakan berulang-ulang, gagasan tidak disampaikan dalam kalimat yang terlalu panjang. Harry Shaw sebagaimana diungkapkan oleh The Liang Gie (2002: 36) mengungkapkan bahwa penulisan yang baik diperoleh dari ide-ide yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan kebalikannya, ide yang miskin dan kata yang boros. Jadi, sesuatu karangan adalah ringkas bilamana karangan itu mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.
Sebagaimana halnya dengan asas yang pertama, asas menulis yang kedua tidak berlaku sepenuhnya untuk tulisan fiksi. Puisi terkadang diungkapkan dengan kata yang hemat – terlalu hemat bahkan -- meskipun pada dasarnya mengandung berbagai gagasan. Lain halnya dengan novel dan cerpen yang diungkapkan dengan kata berlebihan untuk memperoleh efek keindahan, memperkuat perwatakan serta memperjelas setting.
3)      Ketepatan (correctness)
Asas ketepatan mengandung ketentuan bahwa suatu penulisan harus dapat menyampaikan butir-butir gagasan kepada membaca dengan kecocokan sepenuhnya seperti yang dimaksud oleh penulisnya (The Liang Gie, 2002: 36). Untuk menepati asas ini, penulis harus memperhatikan berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa, ejaan, tanda baca serta kelaziman.
Seperti halnya dua asas sebelumnya, asas ketiga ini tidak berlaku sepenuhnya untuk tulisan fiksi. Tulisan fiksi bersifat multitafsir. Pemahaman pembaca bukan bergantung pada ketepatan tulisan, akan tetapi tingkat apresiasi yang dimilikinya.
1)      Kesatupaduan (unity)
Berdasar pada asas ini, segala hal yang disajikan  dalam tulisan tersebut memuat satu gagasan pokok atau sering disebut dengan tema. Tulisan yang tersusun atas alinea-alinea tidak boleh ada uraian yang menyimpang serta tidak ada ide yang lepas dari gagasan pokok tersebut. Asas yang sering disebut dengan syarat kohesi suatu tulisan ini berlaku untuk semua jenis tulisan baik fiksi maupun nonfiksi. 
2)      Pertautan (coherence)
Jika pada asas sebelumnya sebuah tulisan harus memuat satu gagasan pokok, maka berdasar pada asas pertautan ini tiap alinea dalam satu tulisan hendaklah berkaitan satu sama lain. Kalimat satu dengan kalimat yang lain harus berkesinambungan. Asas yang sering disebut dengan prinsip koherensi ini berlaku untuk semua tulisan baik jenis fiksi maupun nonfiksi.
3)      Penegasan (emphasis)
Asas ini menegaskan bahwa dalam tulisan perlu ada penekanan atau penonjolan tertentu. Hal ini diperlukan agar pembaca mendapatkan kesan yang kuat terhadap suatu tulisan. Asas ini sangat perlu untuk diterapkan pada tulisan-tulisan fiksi meskipun tulisan nonfiksi juga perlu memperhatikan asas ini. Penegasan pada beberapa bagian fiksi menjadikan tulisan lebih menarik.