Eggen dan Kautcak dalam Trianto (2007 : 42) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah sebuah
kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara
berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun
dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa
dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan
membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakang.
Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka
siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesame manusia yang
akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Trianto (2007 : 44) mengatakan
bahawa para ahli telah menunjukkan bahwa
pembelaaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas
akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, dan
membantu siswa menumbuhkan kebiasaan berpikir kritis. Pembelajaran
kooperatif dapat memberikan keuntungan
bagi siswa kelompok rendah maupun kelompok atas yang bekerja bersama-sama untuk
menyelesaikan tugas-tugas akademik. Keterampilan social juga berkembang secara signifikan dalam pembelajaran
kooperatif (Ibrahim dkk 2000 : 9).
Walaupun prinsip dasar pembelajaran
kooperatif tidak berubah, teradapat beberapa
variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang
seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD (Student Teams Achievement Division), JIGSAW, Investigasi kelompok (Teams Games
Tournament atau TGT) dan pendekatan structural yang meliputi Think Pair Share
(TPS) dan Numbered Head Together (NHT).
Menurut Rahmadi Widdiharto (2004 : 18) Numbered Head Together (NHT)
merupakan kegiatan belajar kooperatif dengan empat tahap kegiatan.
Pertama, siswa dikelompokka menjadi
beberapa kelompok, tiap kelompok terdari atas 4 orang. Setiap anggota kelompok
diberi nomor 1, 2, 3 dan 4.
Kedua, guru menyampaikan pertanyaan.
Ketiga, guru memberi tahu siswa untuk “ meletakkan kepala mereka bersama “ untuk meyakinkan bahwa setiap anggota tim
memahami jawaban tim. Keempat, guru menyebut siswa nomor 1, 2, 3 atau 4 dan
kemudian siswa yang bersangkutan harus menjawab.
Setiap tim terdiri atas 1 orang
berkemampuan tinggi, 2 orang berkemampuan sedang dan 1 orang berkemampuan
rendah. Di sini ketergantungan positif dikembangkan. Siswa yang berkemampuan
tinggi membantu yang berkemampuan rendah, meskipun mereka mungkin tidak
ditunjuk oleh guru.
Menurut
Trianto (2004 : 63) ada 4 fase sanagai sintaks Numbered Head Together
(NHT).
Fase
1 : Penomoran
Dalam fase ini guru membagi siswa ke
dalam kelompok 3 – 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor
antara 1 sampai 5.
Fase 2 : Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada
siswa dengan pertanyaan yang bervariasi.
Fase
3 : Berfikir bersama
Siswa menyatukan pendapat terhadap
pertanyaan dan meyakinkan tiap anggota
dalam timnya mengetahui jawaban tim
Fase
4 : Menjawab
Guru memanggil suatu nomor tertentu,
kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangan dan mencoba menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas.
Langkah-langkah :
1.
Peserta didik dibagi
dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor
2.
Guru memberikan tugas
dan masing-masing kelompok mengerjakannya
3.
Kelompok mendiskusikan
jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/
mengetahui jawabannya
4.
Guru memanggil salah
satu nomor peserta didik dan peserta didik yang nomornya dipanggil melaporkan
hasil kerjasama diskusi kelompoknya.
5.
Tanggapan dari teman
yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain, dst
6.
Kesimpulan
(Depdiknas : 2008)