Wednesday, August 8, 2018

Unsur dan Ciri Khas Cerita Pendek

Cerpen  merupakan salah satu bentuk tulisan narasi. Narasi diartikan sebagai bentuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu (Atar Semi, 1990: 32). Cerpen cenderung kurang kompleks dibandingkan dengan novel. Cerpen biasanya memusatkan perhatian pada satu kejadian, mempunyai satu plot, setting yang tunggal, jumlah tokoh yang terbatas serta mencakup jangka waktu yang singkat.

Henry Guntur Tarigan (1984: 177) memaparkan ciri khas cerpen sebagai berikut: (1) ciri utama cerpen adalah singkat, padu, dan intensif; (2) unsur utama cerpen adalah adegan, tokoh, dan gerak; (3) bahasa cerpen haruslah tajam, sugestif, dan menarik perhatian; (4) cerpen harus mengandung interpretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung; (5) sebuah cerpen harus menimbulkan satu efek dalam pikiran pembaca; (6) cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca bahwa jalan ceritalah yang pertama-tama menarik perasaan dan baru kemudian menarik pikian; (7) cerpen mengandung detail-detail dan insiden-insiden yang dipilih dengan sengaja dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam pikiran pembaca; (8) dalam sebuah cerpen, sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita; (9) cerpen harus mempunyai seorang pelaku utama; (10) cerpen harus mempunyai satu efek atau kesan yang menarik; (11) cerpen bergantung pada satu situasi; (12) cerpen memberikan impresi tunggal; (13) cerpen memberikan suatu kebulatan efek; (14) cerpen menyajikan satu emosi; (15) jumlah kata-kata cerpen biasanya di bawah 10.000 kata.
Secara lebih terinci, berikut dipaparkan unsur utama pembangun cerpen.
1)      Tema
Tema merupakan makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Hartoko dan Rahmanto (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 68) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya. Tema menjadi pengembangan seluruh cerita sehingga bersifat menjiwai keseluruhan cerita. Senada dengan pengertian tersebut, Henry Guntur Tarigan (1983: 160) menyatakan bahwa tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok. Tema biasanya bertolak dari kehidupan berupa peristiwa nyata atau berupa imajinasi.
2)      Penokohan
Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Adapun penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 2005: 165).  Sementara itu, Henry Guntur Tarigan (1983: 141) mengemukakan bahwa penokohan atau karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Penokohan tidak hanya menyangkut siapa saja tokoh yang ada dalam cerita tetapi juga mencakup karakter, perwatakan, serta penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita.
Henry Guntur Tarigan (1983: 143) mengelompokkan tokoh  cerita fiksi ke dalam tiga kelompok yaitu: (1) tokoh utama; tokoh pusat (central character); (2) tokoh penunjang (supporting character); (3) tokoh latar belakang (background character).
Berbeda dari Henry Guntur Tarigan, Burhan Nurgiyantoro (2005: 176 – 190) mengategorikan tokoh-tokoh fiksi sebagai berikut:
a) Tokoh utama dan tokoh tambahan. Pengategorian kedua tokoh tersebut didasarkan atas dominasi, banyaknya penceritaan serta pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan.
b) Tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh pengejawantahan norma-norma dan nilai-nilai yang ideal. Biasanya tokoh inilah yang menjadi idola. Sementara itu, tokoh antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya konflik.
c) Tokoh sederhana dan tokoh bulat. Pengategorian tokoh ini berdasar pada perwatakannya. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu; satu watak; satu sifat yang tertentu saja. Tokoh jenis ini lebih mudah untuk dipahami. Adapun tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya. Tokoh jenis ini biasanya sulit untuk dideskripsikan perwatakannya.
d) Tokoh statis dan tokoh berkembang. Pengategorian tokoh ini didasarkan pada berkembang atau tidaknya perwatakan tokoh cerita. Tokoh statis secara esensial tidak mengalami perubahan atau perkembangan watak. Berbeda dengan tokoh statis, tokoh berkembang adalah tokoh yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa.
e) Tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan atau penunjukan terhadap orang atau sekelompok orang yang terikat dalam  suatu lembaga yang ada dalam dunia nyata. Penggambaran tersebut bersifat tidak langsung sehingga pembacalah yang memberi penafsiran berdasarkan pengetahuan, pengalaman atau persepsinya. Adapun tokoh netral merupakan tokoh yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Tokoh tersebut benar-benar tokoh imajiner yang hanya ada dalam cerita.
3)      Plot
Plot atau seringkali disebut dengan alur didefinisikan secara sederhana sebagai jalan cerita. Stanton (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 113) mengemukakan bahwa plot adalah urutan cerita yang berisi urutan kejadian. Tiap kejadian itu dihubungkan secara sebab akibat; peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Pengembangan plot ditentukan oleh tiga faktor esensial, yaitu: peristiwa, konflik dan klimaks. Peristiwa merupakan peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Konflik merujuk pada suatu peristiwa atau kejadian yang yang tidak menyenangkan yang dialami oleh para tokoh cerita. Konflik ini berupa suatu peristiwa dramatik pertarungan antara dua kekuatan seimbang. Konflik yang telah mencapai titik  intensitas tertinggi disebut klimaks. Klimaks sangat menentukan arah perkembangan plot. Keberadaan klimaks menentukan cara penyelesaian permasalahan atau konflik.
Richard Summers (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 149) membedakan plot cerita menjadi lima tahapan, yaitu: (1) tahap situation (tahap penyituasian) yaitu tahap yang berisi pengenalan tokoh serta situasi yang ada dalam cerita; (2) tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik) ; (3) tahap rising action (tahap peningkatan konflik); (4) tahap climax (klimaks) yaitu titik intensitas puncak konflik yang dialami tokoh; dan (5) tahap denouement (tahap penyelesaian).
1)      Pelataran
Latar atau biasa disebut dengan setting merujuk pada pengertian tempat¸ hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar memberikan kesan realistis kepada pembaca.
Latar dibedakan dalam tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu dan sosial. Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa, latar waktu berhubungan dengan masalah kapan peristiwa terjadi dan latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat dalam cerita.
2)      Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 248).
Sudut pandang dibedakan menjadi dua yaitu bentuk tokoh cerita persona pertama dan persona ketiga. Sudut pandang persona ketiga dapat berupa “dia” serba tahu serta “dia” sebagai pengamat. Adapun sudut pandang persona pertama dapat berupa “aku” sebagai tokoh utama serta “aku” sebagai tokoh tambahan.
3)      Bahasa
Cerpen sebagai salah satu jenis cipta sastra dibangun dari bahasa yang berbeda dengan bahasa laras ilmiah meskipun mengemban fungsi yang sama, yaitu fungsi komunikasi. Bahasa dalam sastra mempunyai tujuan estetik. Untuk keperluan itulah, terkadang bahasa disimpangkan baik secara sinkronik maupun diakronik. Penggunaan bahasa dalam sastra yang sering disebut dengan stile/gaya bahasa terdiri dari beberapa unsur. Abrams, Leech, dan Short (dalam Burhan Nurgiyantoro, 2005: 276) mengemukakan unsur-unsur stile, yaitu unsur leksikal, unsur gramatikal, serta retorika yang meliputi permajasan, penyiasatan unsur, pencitraan, kohesi.