Individu-individu dalam organisasi mengambil keputusan.
Yaitu, mereka membuat pilihan dari antara dua alternatif atau lebih. Manajer
puncak, misalnya, menentukan tujuan-tujuan organisasi, produk atau jasa apa
yang akan ditawarkan, bagaimana yang terbaik dalam mengorganisasi kantor pusat
korporasi, atau dimana menempatkan pabrik menufaktur yang baru. Manajer
menengah dan tingkat lebih bawah menentukan jadwal produksi, memilih karyawan
baru, dam memutuskan bagaimana kenaikan upah itu akan dibagi. Tentu saja,
mengambil keputusan bukanlah urusan manajer saja. Karyawan nonmenajerial juga
mengambil keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka dan organisasi untuk
mana mereka bekerja. Keputusan yang lebih jelas mungkin mencakup apakah masuk
kerja atau tidak pada suatu hari tertentu, berapa banyak upaya untuk
mengemukakan ide-ide di tempat kerja, dan apakah mematuhi permintaan atasan. Di
samping itu, makin banyak organisasi akhir-akhir ini yang telah memberi kuasa
kepada karyawan nonmanajerial dengan kewenangan pengambilan-keputusan yang
dikaitkan dengan pekerjaan yang secara historis dicadangkan hanya untuk para
manajer. Olek karena itu, pengambilan keputusan individual merupakan suatu
bagian penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu-individu
dalam organisasi mengambil keputusan, dan kualitas dari pilihan terakhir
mereka, sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi- persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi
terhadap suatu masalah [problem].
Terdapat suatu penyimpangan antara sesutau keadaan dewasa ini dan sesuatu
keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah-arah tindakan
alternatif. Jadi jika mobil Anda rusak dan Anda mengandalkannya untuk pergi ke
sekolah, Anda mempunyai suatu masalah yang menuntut suatu keputusan di pihak
Anda. Sayang, kebanyakan masalah tidak muncul terkemas dengan rapi dengan suatu
etiket yang berbunyi “problem” yang diperagakan dengan jelas pada
masalah-masalah itu. Masalah dari satu orang merupakan keadaan yang memuaskan
dari seorang lain. Seorang manajer mungkin memandang kemerosotan sebanyak 2
persen penjualan kuartalan dari divisinya sebagai suatu masalah yang serius
yang menuntut tindakan mendesak dari pihaknya. Kontras dengan itu, padanannya
dalam suatu divisi lain dari perusahaan yang sama, yang juga menghadapi
penurunan penjualan sebanyak 2 persen, dapat menganggap hal itu sebagai sangat
memuaskan. Jadi kesadaran akan adanya suatu masalah dan suatu keputusan perlu
diambil adalah suatu isyu perceptual.
Lagi pula, semua keputusan menuntut penafsiran dan
evaluasi terhadap informasi. Lazimnya data diterima dari berbagai sumber dan
data itu perlu ditapis, diproses, dan ditafsirkan. Data manakah, misalnya,
relevan dengan keputusan dan mana yang tidak? Persepsi-persepsi dari pengambil
keputusan akan menjawab pertanyaan ini. Akan dikembangkan
alternatif-alternatif serta kekuatan dan
kelemahan dari tiap alternatif perlu dievaluasi. Sekali lagi, karena
alternatif-alternatif tidak muncul dengan bendera merah yang mengidentifikasi
mereka sebagai alternative, atau dengan kekuatan dan kelemahannya ditandai
dengan jelas, proses perceptual dari pengambilan keputusan individual akan
mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.