Menurut Herman J. Waluyo (2006:12) bahwa prinsip
metode discovery dapat dijelaskan
sebagai sebuah prosedur mengajar yang menekankan pada belajar perseorangan.
Adapun prinsip discovery sebagai
sebuah metode yaitu:
1) proses
pelajaran pindah bergerak dari suatu prasangka ke tingkat analisis terhadap
segala sesuatu dan kemudian langsung meloncat ke pengetahuan yang mendasar dan
kuat, yaitu dibuktikan dalam bentuk dokumen.
2) kelas
berfungsi sebagai suatu laboratorium mini dan fenomena dalam masyarakat menjadi
suatu laboratorium besar yang dapat digunakan untuk eksplorasi dan memperoleh
temuan.
3) anak-anak
belajar dari hasil pengamatan mereka dan segala sesuatu yang dialami.
4) anak-anak
menemukan hubungan dan membuat generalisasi secara individual.
Metode
discovery menuntut penangguhan
verbalisme atau penjelasan-penjelasan verbal yang dilontarkan guru tentang
penemuan penting sampai siswa sadar akan suatu konsep. Metode discovery merupakan bagian dari suatu
praktik pendidikan yang lebih besar, yang sering disebut pengajaran yang
heuristic, atau sejenis pengajaran yang mencakup metode-metode yang
direncanakan untuk memajukan cara belajar yang aktif, yang berorientasi pada
proses, diarahkan sendiri, menekankan temuan dari siswa, dan reflektif.
Discovery inquiry
itu sebenarnya dalam pengertian terpisah, namun tidak bisa dipisahkan karena
dalam penerapannya harus senantiasa berdampingan bergandengan makna. Discovery merupakan metode penemuan,
sedangkan inquiry adalah pemecahan
masalah. Menurut pandangan Jerome Bruner dalam Herman J.Waluyo (2006:13) bahwa
metode discovery semakin efektif
apabila di dalamnya difokuskan suatu pemecahan masalah. Pemecahan melalui discovery atau penemuan ini
mengembangkan daya berinquiry atau
pemecahan masalah yang merupakan dasar dari segala tugas yang amat bermanfaat
bagi kehidupan.
Dikatakan
pula bahwa banyak guru mengharapkan akan dapat menyederhanakan dan menjelaskan
lebih rinci tentang metode discovery
atau penemuan ini, tetapi dalam riset yang telah dilakukan oleh para ahli,
ditemui hal-hal yang membingungkan tentang metode ini, antara lain sebagai
berikut:
1) penemuan
sering dipakai berganti-ganti dengan inquiry
dan pemecahan masalah.
2) beberapa
ahli melihat perbedaan yang cukup nyata antara penemuan atau discovery dengan inquiry.
3) ahli
lain melihat discovery sebagai bagian
dari inquiry.
4) ahli
yang lain lagi memandang inquiry sebagai
bagian dari discovery.
5) ahli
lain menulis tentang model heuristic sebagai mencakup discovery dan inquiry.
Secara
ringkas, walaupun metode ini sering dihubungkan dengan kebingungan-kebingungan,
tetapi metode ini pantas menjadi salah satu metode yang harus dimiliki oleh
guru jika ingin bekerja secara efektif dengan berbagai gaya belajar siswa yang
berbeda. Jenis-jenis dari metode discovery
adalah:
1) self- discovery,
yaitu siswa dibantu untuk menemukan sosuli pemecahan masalah.
2) guided discovery,
yaitu guru membantu dengan cara mengorganisasikan melalui pertanyaan dan
penjelasan menjelaskan konsep atau prinsip.
3) pure discovery,
yaitu para murid diharapkan untuk sampai pada konsep tertentu serta
prinsip-prinsip yang lengkap, yang ditemukan sendiri.
Adapun
perbedaannya dengan inquiry dapat dijelaskan bahwa inquiry mempunyai prinsip sebagai petunjuk dalam memberi makna.
Tujuan metode inquiry adalah dapat
menghubungkan antar aspek yang terpisah yang ada dalam kesadaran seseorang.
Menurut
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008:30) bahwa strategi pembelajaran
heuristic merupakan strategi yang menyiasati agar aspek-aspek dari
komponen-komponen pembentuk sistem instruksional mengarah kepada pengaktifan peserta
didik, mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka
butuhkan. Teknik penyajian yang parallel dengan strategi pembelajaran ini
adalah inkuiri (inquiry), pemecahan
masalah (problem solving),eksperimen,
penemuan (discovery), teknik non
direktif, penyajian secara khusus, dan teknik penyajian kerja lapangan.
Pengertian pengajaran berdasarkan inkuiri banyak ahli yang merumuskan.
Kourilsky (1987:68) berpendapat bahwa pengajaran inkuiri adalah suatu strategi
yang berpusat pada siswa, di mana kelompok inkuiri mencari jawaban-jawaban
terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang digariskan secara jelas dan
structural kelompok. Model pembelajaran yang berpangkal pada pendekatan inkuiri
ialah problem-centered inquiry. Strategi
pelaksanaan dalam kelas adalah discovery-oriented
inquiry dan policy-based inquiry. Menurut Oemar Hamalik (2008:220) menyatakan
tentang asumsi-asumsi yang mendasari model inkuiri ialah: 1) keterampilan
berpikir kritis dan berpikir deduktif yang diperlukan berkaitan dengan
pengumpulan data yang bertalian dengan kelompok hipotesis; 2) keuntungan bagi
siswa dari pengalaman kelompok di mana mereka berkomunikasi, berbagi
tanggung-jawab, dan bersama-sama mencari pengetahuan; 3) kegiatan-kegiatan
belajar disajikan dengan semangat berbagai inkuiri dan discovery menambah motivasi dan memajukan partisipasi.
Dengan
metode discovery-inquiry yang
mengikuti paham kontruktifisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak boleh
dipindahkan dari guru dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu dibina
sesuatu pengetahuan itu mengikuti pengalaman masing-masing. Pembelajaran adalah
hasil dari murid itu sendiri dan guru tidak boleh belajar untuk murid. Pikiran
murid tidak akan menghadapi reality yang berwujud secara terasing dalam
persekitaran. Realiti yang diketahui murid adalah reality yang dia bina
sendiri. Murid sebenarnya sudah memiliki satu set idea dan pengalaman yang
membentuk struktur kognitif terhadap persekitaran mereka.
Beberapa
ahli konstruktivisme yang terkemuka berpendapat bahwa pembelajaran yang
bermakna itu bermula dari pengetahuan atau pengalaman idea para murid. Murid
mempunyai idea mereka sendiri tentang hampir semua perkara, di mana ada yang
betul dan ada yang salah. Jika kepahaman dan miskonsepsi ini diabaikan atau
tidak ditangani dengan baik, kepahaman atau kepercayaan asal mereka itu akan
tetap kekal walaupun dalam pemeriksaan mereka mungkin memberi jawaban seperti
yang dikehendaki para guru. Sedangkan John Dewey menguatkan lagi teori
kontruktivisme ini bahwa pendidikan yang cakap harus melaksanakan pengajaran
dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara
berterusan.
Metode
discovery inquiry menurut pandangan
ahli konstruktivisme, setiap orang mempunyai peranan dalam menentukan apa yang
akan mereka pelajari. Penekanan diberikan kepada penyediaan murid dengan
peluang untuk membentuk kemahiran dan pengetahuan di mana mereka menghubungkan
pengalaman lampau mereka dengan kegunaan masa depan. Murid tidak hanya dibekali
dengan fakta-fakta saja, sebaliknya penekanan diberikan kepada proses berpikir
dan kemahiran berkomunikasi. Selepas satu sesi, perbincangan murid bersama-sama
guru menentukan perkara penting yang harus dipelajari dan tujuan
mempelajarinya. Dalam proses ini murid akan mengalami prosedur yang digunakan
oleh seorang saintis seperti menyelesaikan masalah dan memeriksa hasil yang
diperoleh.
Melalui
penggunaan paradigma konstruktivisme, guru perlu mengubah peranannya dalam
bilik sains. Guru mungkin akan berperan sebagai pelajar atau penyelidik. Dengan
cara ini, guru akan memahami murid dan membina konsep/pengetahuan. Justru itu
guru akan memperoleh kemahiran untuk membina dan mengubah kepahaman serta
berkomunikasi dengan orang lain. Guru akan memahami bahwa proses pembinaan dan
pembenahan konsep merupakan suatu proses berterusan dalam kehidupan.
Menurut
teori konstruktivisme, dengan adanya terapan strategi discovery inquiry penilaian
harus merangkum cara penyelesaian masalah dengan konsep ilmu dan pengetahuan.
Pembelajaran dengan metode discovery inquiry melalui pengalaman langsung yang
berazazkan konstruktivisme memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah
pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan menentukan sendiri masa yang
diperlukan untuk memperoleh suatu konsep/pengetahuan. Di samping itu guru dapat
membuat penilaian sendiri dan menilai kepahaman orang lain supaya kepahamannya
tentang suatu bidang pengetahuan dapat ditingkatkan lagi.