Friday, August 3, 2018

Pembelajaran Sejarah Secara Humanik


Karakteristik pembelajaran yang humanik adalah adanya keseksamaan mengenali kubutuhan belajar peserta didik, hubungan yang didasarkan atas sikap respek, kedekatan, komunikasi nirkekerasan, dan pengembangan nilai-nilai. Kebutuhan belajar peserta didik sangatlah beragam, baik dari segi tipe cara belajar, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kompetensi dasar tertentu, maupun dari segi bahan ajar yang diminati. Sebagai manusia, peserta didik selalu berbeda dan berharga, serta lebih jauh lagi bahwa setiap manusia adalah maha karya ( master piece ) Allah Sang Pencipta. Maka menjadi suatu kenyataan bahwa dari milyaran manusia yang pernah lahir di dunia ini tidak ada dua manusia yang persis sama meskipun keduanya lahir kembar. Sikap respek inilah yang bermula dari pandangan tersebut.


Kedekatan menjadi karakteristik penting berikutnya dalam pembelajaran yang humanik. Penelusuran kebutuhan, minat dan data tentang kemajuan belajar lebih mudah dilakukan melalui kedekatan. Kedekatan menyediakan pula kesetalaan akan segi-segi simbolik yang dalam pembelajaran sejarah merupakan bagian yang tidak terelakkan. Demikianlah pembelajaran sejarah melibatkan kepekaan akan peristiwa-peristiwa masa lampau, arti pentingnya bagi kehidupan manusia, dan pemaknaannya.

Pembelajaran yang humanik juga ditandai oleh komunikasi nirkekerasan. Dari hasil pengamatan Rosenberg yang dikembangkan oleh Leu  ( 2003 ) bisa diambil sebagian penanda komunikasi nirkekerasan, yaitu mengutamakan mengobservasi daripada menilai, mempertimbangkan pertanggungjawaban daripada sekedar menyampaikan informasi, mementingkan paraphrase daripada mendiktekan pemahaman, dan lebih percaya kepada empati daripada simpati ( Lucy Leu, 2003 ).

Dalam rangka memperkuat pembelajaran yang humanik diperluakan pengembangan nilai-nilai. Tillman memaparkan, bahwa kajian sejarah dan sosial akan menjadi media pengembangan diskusi tentang nilai-nilai kehidupan. Tillman mencontohkan bahwa pokok bahasan tentang hari kemerdekaan dalam mata pelajaran sejarah bisa disisipi pertanyaan tentang makna merdeka bagi setiap siswa. Dengan mengambil pengalaman Samantha Fraser, seorang guru di Tanzania, Tillman mengembangkan bahwa nilai kemerdekaan bagi murid-murid di Tanzania tersebar ke dalam berbagai aspek, yaitu seni, sejarah, musik, bahasa, geografi, drama, dan sains. Dalam aspek seni berkaitan dengan warna dan hasrat untuk menyatakan kemerdekaan. Dalam aspek sejarah berkaitan dengan dampak perang. Dalam aspek musik berkaitan dengan memilih menyanyikan atau mengubah lagu secara bebas. Dalam aspek bahasa tidak terlepas dari kebebasan memilih bahan untuk bercerita, berpidato, berlangganan/membaca surat kabar, berdiskusi, dan menulis kreatif. Dalam segi geografi berkaitan dengan area pemukiman penduduk dapat memperoleh kemerdekaannya. Dalam bidang drama penduduk berhak untuk membekukan atau memainkan kembali ekspresi-ekspresi tertentu. Dan dlam bidang sains berkaitan dengan pertumbuhan barang kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari ( Diane Tillman, 2000 : xxiii – xxv ). Pendek kata , pembelajaran yang humanik menempatkan murid dan guru sebagai pelaku kehidupan yang pengalaman mereka patut diangkat sebagai bahan ajar dan direfleksikan sebagai bahan yang dapat memperkaya batin.